Kisah Pilu, Maduku Ternyata Sahabatku
Sebut saja namaku mita, aku berteman akrab dengan sahabatku mia di hongkong saat kami sama2 menjadi salah satu TKW di sana, aku mempunyai dua anak, sedangkan mia janda dengan 3 anak, persahabatanku membuat iri teman-temanku lainya, karena apa yang di makan atau pakai pasti aku pun sama denganya.
Hingga suatu hari, tiba-tiba mia di intermenit oleh bos nya gara-gara hutang di salah satu bank. Aku kasihan dan dia pun memohon ke aku agar aku membantu melunasi pembayaran bank itu agar orang tua mia tidak kaget,karena aku kasihan aku pun menuruti.
Hari pertama kepulangnya di indo, dia datang menjenguk anaku dan suamiku dia membelikan oleh-oleh buat keluargaku aku begitu terharu, dan menyarankan dia menginap di rumahku sampai visa kerja dia turun, karena dia takut pulang karena malu sama keluarganya.
Entah sampai dua minggu setelah visa turun mia kelihatan tidak punya keinginan kembali ke hongkong, aku sering mengingatkan bagaimana hutang dia di sini, dia bilang gampang nanti pasti dia kembalikan uang itu padaku.
Hingga tiba-tiba anakku yang sulung sms ke aku, bahwa sering melihat mia keluar masuk ke kamar suamiku, aku terkejut dan berusaha menghibur diri. Aku katakan dalam hati: "itu tidak mungkin terjadi."
Desas desus itu semakin aku dengar, karena aku begitu bingung aku putuskan pulang ke kampung.
Saat tengah malam, ku coba menggedor pintu,dan ternyata anaku yang nomer dua membukakan pintu rumah untuku, iya, aku pulang hari itu tidak memberi tahu keluargaku termasuk suamiku.
Aku pun bertanya pada anaku di mana bapaknya, tapi kata mereka suamiku sedang bersama mia,dua hari belum pulang.
Seketika aku menangis sesenggukan di kamar ku, tanpa aku sadari ku lihat baju mia dan suamiku di taruh di lemari yang sama.
Aku pun hanya bisa menangis dan sakit hati, pagi hari ku dengar suara sepeda motor itu di depan rumahku.
Ku lihat mia dan suamiku begitu akrab berboncengan dan turun di depan rumahku. Saat mereka melihat kehadiranku di rumah itu, mereka begitu terkejut.
Aku pun tak kalah terkejut ternyata mia sudah hamil,karena kelihatan dari perutnya yang sedikit membuncit.
Aku menangis seketika,tapi aku tak sanggup marah karena saat itu anak-anakku melihatku aku gak ingin melihat mereka tahu betapa hancurnya hati ibunya saat itu.
Aku pun memanggil mereka di kamar aku tanyakan apa yang terjadi sesungguhnya, tanpa tau malu mia mengatakan kalau mia sudah menjadi istri sirih suamiku.
Aku pun menahan tangisku sesak rasanya di dada ku saat itu, hanya air mata yang tumpah bagikan air terjun di pipiku.
Aku pun bertanya pada suamiku: "Masihkah ada cinta untuk ku?"
Dia tetap mencintaiku tapi tidak bisa meninggalkan mia karena dia sedang hamil.
Sesaat tubuhku begitu lemas,aku tak sadarkan diri, ku lalui hari-hari hidup bersama mia seatap, dia bukan mia sahabatku yang dulu di kini bagaikan musuhku yang tiap hari ingin aku tak tahan di rumah ku sendiri.
Sempat dia pernah bilang padaku, kalau mia di posisiku pasti dia akan minta cerai.
Aku bertanya kalau kamu tahu seperti itu, kenapa kamu tega menyakiti hatiku? tanpa membalas ucapanku dia hanya pergi dan berlalu.
Hingga pagi itu, saat aku memasak untuk anak-ku, tiba-tiba mia memakan mie buatanku tanpa ijin terlebih dahulu, aku marah aku katakan padanya kalau mie itu buat sarapan anaku yang akan berangkat sekolah.
Tanpa aku duga mia membanting mangkok yang berisikan mie itu dan ganti memaki aku, dia bilang tak malu sudah tidak di harapkan suamiku aku masih tetap bertahan di rumah itu, aku pun hanya bisa menangis tanpa aku sadari aku menampar pipinya.
Dia pun bergegas lari ke kamar untuk mengadu sama suamiku, ku lihat suamiku mendekati aku, ku kira dia akan meminta maaf padaku ternyata aku salah, dia menampar pipiku, dia katakan hanya karena semangkok mie aku menampar mia.
Aku jelaskan pada suamiku apa yang terjadi, tapi keburu mia memanggil sambil teriak-teriak.dengan lunglai aku pun menangis di atas kursi tamu, ku lihat anak-anakku melihatku dan ikut menangis di dekatku.
Ku lihat mia dan suamiku membawa sebuah tas, berisi baju, suamiku berpamitan pergi dari rumah dan ingin hidup dengan mia di rumah keluarga mia.
Aku hanya bisa menangis, ingin aku menghalangi suamiku pergi, tapi tidak ada gunanya, dengan air mata yang berderai ku lihat suamiku menyalakan sepeda motornya dan mia ikut menyusul di belakangnya.
Ku lihat mereka pergi, ingin aku teriak agar suamiku tidak mengikuti wanita tapi mulutku seperti tersekat.
Kini hampir 9 bulan kepergian suamiku, belum pernah sekalipun suamiku menengok anak-anak apa lagi menengok ku yang sedang berbaring di rumah sakit karena gagal ginjal.
Aku hanya bisa berdoa, sebelum ajal menjemputku aku harap suamiku menemui aku sekali saja, aku hanya ingin berucap terima kasih telah memberiku cinta sesaat yang begitu indah hingga hadir buah hati kami, sakit yang aku derita, sudah terlalu kronis, kini aku hanya bisa pasrah dan menunggu kedatangan suamiku sebelum nyawaku di jemput oleh Sang Khaliq.